Latest News

Pengembangan Membaca Dan Menulis Pada Siswa

MUNCULNYA KESADARAN BACA TULIS
(EMERGENT LITERACY)
Apakah ada usia asing ketika seorang anak menjadi pembaca? Peneliti memakai untuk berpikir usia 6,5 tahun kebanyakan anak sudah siap untuk membaca. Kita kini tahu bahwa belum dewasa memulai proses menjadi melek  (dapat membaca dan menulis) secara sedikit demi sedikit selama tahun-tahun prasekolah. Anak-anak melihat tanda-tanda, logo dan merekam lingkungan lainnya. Apakah belum dewasa membuat coretan di atas kertas ketika mereka mencoba untuk menulis? Saat belum dewasa membaca, mereka mencar ilmu cara memegang buku dan mengubah halaman dan bagaimana mengamati teks yang dibaca. Anak-anak masuk Taman Kanak-kanak dan keals satu dengan pengetahuan perihal bahasa tulis dan pengalaman membaca dan menulis.
 Bagaimana guru sanggup memperpanjang dan mendukung belum dewasa dikala munculnya kesadaran baca tulis?

Keaksaraan atau baca tulis biasanya dimulai jauh sebelum sekolah dasar dan berlanjut hingga dewasa, jikalau tidak selama sepanjang hidup. Anak berumur 5 tahun tiba ke taman kanak-kanak utnuk mempersiapkan training membaca dan menulis, yang mana secara resmi bakal dimulai pada kelas satu.  Implikasinya bahwa ada suatu titik perkembangan anak ketika sudah waktunya untuk mulai mengajar mereka untuk membaca dan menulis. Sejak tahun 1970 pandangan ini telah dideskritkan oleh guru dan pengamat penelitian (Clay, 1989). Anak-anak sendiri memperlihatkan bahwa mereka bisa mengenali gejala dan merekam lingkungan lainnya, menceritakan kembali cerita, coretan surat, membuat tulisan, dan mendengarkan dongeng yang dibacakan dengan bunyi keras. Beberapa anak bahkan mengajar diri mereka sendiri untuk membaca.
Ini perspektif gres perihal bagaimana belum dewasa mengenal keaksaraan yaitu bagaimana mereka mencar ilmu membaca dan menulis yang dikenal dengan emergent literacy. Pendidik dari New Zeland, Marie  Clay, menyebutnya dengan istilah coining. Sekarang, peneliti melihat mencar ilmu keaksaraan(baca-tulis) dari sudut pandang anak. Rentang usia 12-14 tahun mendengarkan dongeng yang dibacakan dengan bunyi keras, memberi tahu dan menanadai lingkungan mereka, dan bereksperimen dengan pensil. Konsep keaksaraan telah diperluas termasuk ke dalam aspek budaya dan sosial dari mencar ilmu bahasa, dan melalui pengalaman belum dewasa dan pemahaman perihal bahasa tulis baik membaca dan menulis termasuk penggalan dari pengenalan keaksaraan (membaca dan menulis).
Teale dan Sulzby (1989) menggambarkan citra belum dewasa sebagai pembelajar keaksaraan dengan karakteristik sebagai berikut:
1.      Anak memulai mencar ilmu membaca dan menulis semenjak awal dari hidup mereka.
2.      Anak-anak mempelajari fungsi baca-tulis melalui pengamatan dan partisipasi kehidupan konkret dimana membaca dan menulis digunakan.
3.      Kemampuan membaca dan menulis anak berkembang bersamaan dan saling bekerjasama melalui pengalaman membaca dan menulis.
4.      Anak-anak mencar ilmu melalui keterlibatan aktif dengan materi baca-tulis, dengan membangun pemahaman membaca dan menulis mereka.
Teale dan Sulzby menggambarkan belum dewasa sebagai pembelajar aktif yang membangun pengetahuan mereka sendiri perihal membaca dan menulis dengan pendampingan dari orang renta dan pendidik lainnya. Pendidik membantu dengan mendemonstrasikan membaca dan menulis, menyediakan materi baca-tulis, dengan membangun kesempatan untuk anak terlibat dalam kegiatan membaca dan menulis.
Cara anak mencar ilmu perihal bahasa tulis sangat ibarat dengan cara mereka mencar ilmu berbicara. Anak-anak terbenam dalam bahasa tulis sebab mereka pertama kali mengenal bahasa lisan. Mereka memiliki banyak kesempatan untuk melihat membaca dan menulis terjadi untuk tujuan yang konkret dan bereksperimen dengan bahasa tulis. Melalui pengalaman ini belum dewasa membangun pengetahuan mereka perihal baca tulis.

A.    KONSEP TENTANG BAHASA TULIS
Pengenalan anak dengan bahasa tulis dimulai sebelum mereka masuk ke sekolah. Orang renta dan pengasuh lainnya telah membaca untuk anak dan belum dewasa mengamati orang remaja membaca. Mereka mencar ilmu memabaca gejala dan mencetak lingkungan lainnya dalam masyarakat. Anak bereksperimen dengan menulis dan memiliki orang renta yang menulis untuk mereka. Mereka juga mengamati orang remaja dalam menulis. Ketika anak-anka masuk ke Taman Kanak-kanak pengetahuan mereka perihal bahasa tulis diperluas dengan cepat ketika mereka berpertisipasi pada pengalaman yang bermakna, berfungsi dan orisinil dalam membaca dan menulis.
Siswa juga tumbuh dalam kemampuan mereka untuk berdiri kembali dan merenungkan bahasa. Kemampuan berbicara perihal konsep bahasa di sebut metalinguistik (Yaden & Templeton, 1986), dan kemampuan anak untuk berpikir metalinguistik dikembangkan oleh pengalaman membaca dan menulis mereka ( Templeton & Spivey, 1980)

1.      Konsep Tentang Manfaat Bahasa
Melalui pengalaman mereka di rumah dan masyarakat, belum dewasa mencar ilmu banyak sekali makna dan bahwa membaca dan menulis dipakai untuk banyak sekali macam fungsi dan tujuan. Mereka membaca hidangan di restoran untuk mengetahui makanan apa yang disediakan, menulis dan mendapatkan surat untuk berkomunikasi dengan temandan kerabat, membaca (dan mendengarkan) dongeng untuk kesenangan. Anak juga mencar ilmu fungsi bahasa ketika mereka mengamati orang renta dan guru memakai bahasa tulis untuk semua tujuan ini.
Pemahaman anak perihal fungsi membaca dan menulis mencerminkan bagaimana bahasa tulis dipakai dalam komunitas mereka. Sedangkan membaca dan menulis merupakan penggalan dari kehidupan sehari-hari hampir di setiap keluarga, keluarga memakai bahasa tulis utnuk tujuan yang berbeda dalam masyarakat yang berbeda (Heath, 1983). Hal itu penting untuk membuat terang bahwa belum dewasa memiliki banyak sekali pengalaman baca-tulis baik di keluarga kelas menengah dan keluarga kelas pekerja, meskipun mungkin mereka berbeda (Taylor,1983;Taylor & Dorsey-Gaines, 1987).Dalam beberapa masyarakat bahasa tulis dipakai terutama sebagai alat untuk tujuan praktis, ibarat membayar tagihan, dan di beberapa masyarakat membaca dan menulis juga dipakai untuk kegiatan di waktu luang. Dalam masyarakat lain bahasa tulis melayani fungsi yang lebih luas, ibarat memperdebatkan isu-isu sosial dan politik.
Guru mendemonstrasikan fungsi bahasa tulis dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen dengan membaca dan menulis dalam beberapa cara sebagai berikut:
a.       Menampilkan gejala dalam ruang kelas.
b.      Membuat daftar peraturan kelas.
c.       Menggunakan materi baca-tulis di pusat-pusat permainan drama.
d.      Menulis catatan siswa di kelas.
e.       Bertukar pesan dengan sobat sekelas.
f.       Membaca dan menulis cerita.
g.      Membuat poster perihal buku-buku favorit.
h.      Pelabelan bagian-bagian kelas.
i.        Menggambar dan menulis dalam jurnal.
j.        Menulis pesan pagi.
k.      Merekan pertanyaan dan informasi dalam grafik.
l.        Menulis catatan untuk orang tua.
m.    Membaca dan menulis surat kepada sahabat pena.
n.      Membaca dan menulis grafik dan peta.

2.      Konsep Tentang Menulis Huruf Cetak
Melalui pengalaman awal mereka dengan membaca dan menulis, belum dewasa mencar ilmu bahwa berbicara sanggup menjadi ditulis dan dibaca; mereka juga mencar ilmu bagaimana teks diatur dalam buku, surat, grafik, dan materi bacaan lainnya. Mereka memperoleh tiga jenis konsep perihal menulis huruf cetak:
a.       Konsep berorientasi pada buku.
Siswa mencar ilmu bagaimana cara memegang buku dan membuka halaman, dan mereka mencar ilmu teks, bukan ilustrasi, membawa pesan.
b.      Konsep langsung.
Siswa mencar ilmu bahwa menulis huruf cetak ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah dalam setiap halaman, dan mereka mencocokkan bunyi untuk ditulis kedalam huruf tulisancetak, meletakkan huruf per huruf ke dalam tulisan, dikala huruf di baca keras. Siswa juga mengamati tanda baca dan mencar ilmu nama tanda baca dan tujuan peletakkannya.
c.       Konsep huruf dan kata.
Siswa mencar ilmu untuk mengidentifikasi nama huruf dan huruf besar dan huruf kecil. Mereka juga mencar ilmu bahwa kata disusun dari huruf; bahwa kalimat disusun dari kata, huruf kapital disorot antara kata pertama dalam kalimat; dan bahwa jarak menandai kata dan antara kalimat (Clay, 1972, 1979).

3.      Konsep Tentang Kata
Pemahaman anak terhadap konsep ‘kata’ merupakan penggalan penting semoga bisa membaca/melek huruf. Anak-anak hanya memiliki gagasan yang kabur perihal bentuk bahasa, ibarat kata, huruf, bunyi, kalimat, bahwa guru memakai dalm berbicara perihal membaca dan menulis (Downing, 1970, 1971-1972). Peneliti menemukan bahwa belum dewasa bergerak melalui beberapa tingkat kesadaran dan pemahaman perihal terminology ini selama di tingkat dasar (Downing & Oliver, 1973-1974).
Anak-anak pra sekolah menyamakan kata-kata dan kata-kata yang mewakili benda. Saat mereka diperkenalkan untuk membaca dan menulis pengalaman, anak mulai membedakan antara benda dan kata, dan kesudahannya mereka tiba utnuk menghargai bahwa kata itu memiliki arti sendiri. Templeton (1980) menjelaskan pengembangan dengan dua pola ini:
Ketika ditanya apakah ‘anjing’ ialah sebuah kata, anak berusia 4 tahun memperagakan yang dipikirkan mereka dengan melompat-lompat di lantai, mulai menggongong galak, dan ditempatkan di rumah, terengah-engah. Dibandingkan dengan pertanyaan yang sama, anak berusia 8 tahun memberikan tanggapan bahwa benar ‘anjing’ ialah sebuah kata, dan melanjutkan utnuk menjelaskan bagaimana ejaan mewakili bunyi yang diucapkan dan bagaiman kata ‘berdiri’ utnuk jenis binatang tertentu (p.454)
Beberapa peneliti mengusut pemahaman anak terhadap kata sebagai sebuah unit bahasa. Papandropoulou and Sinclair (1974) mengidentifikasi empat tahap memahami kata. Pada tingkat yang pertama belum dewasa tidak membedakan kata dan benda. Pada tingkat selanjutnya belum dewasa mendeskripsikan kata sebagai label untuk benda. Mereka menganggap kata-kata yang berdiri untuk objek sebagai kata-kata, tapi tidak mengkalasifikasikan artikel dan preposisi sebagai kata-kata sebab kata-kata ‘seperti’ dan ‘dengan’ tidak sanggup diwakili dengan objek . Pada belum dewasa tingkat ketiga memahami bahwa kata mengandung arti dan dongeng ialah tersusun dari kata-kata. Pada tingkatan yang ke empat lebih lancar sebagai pembaca dan penulis menggambarkan kata-kata sebagai elemen berdikari yang memiliki arti mereka sendiri dengan tentunya semantik dan sintatik berhubungan. 
Dalam membaca, belum dewasa bergerak dari mengenali lingkungan untuk membaca kata-kata kontekstual dalam buku. Anak-anak mulai membaca dengan mengenali logo restoran makanan cepat saji, swalayan, took kelontong, dan barang-barang rumah tangga yang umum dipakai (Harste, Woodward & Burke, 1984). Perlahan-lahan , belum dewasa mengembangkan kekerabatan yang menghubungkan bentuk dan makna ketika mereka mencar ilmu konsep perihal bahasa tertulis.
Ketika anak mulai menulis, mereka memakai coretan atau huruf tunggal untuk menuangkan wangsit kompleks (Clay, 1975; Schickedanz, 1990). Ketika mereka mencar ilmu perihal nama-nama huruf dan korespondensi fonem-grafem, mereka memakai satu kata atau dua atau tiga untuk mendirikan kata. Pada awalnya mereka menulis bersama-sama, tetapi perlahan-lahan mereka mencar ilmu segmen kata dan meninggalkan jarak antar kata. Mereka kadang kala menambahkan titik atau garis sebagai penenda antar kata, atau mereka menggambar bundar mengitari huruf.
Mereka juga memulai huruf kapital secara acak untuk memakai huruf capital pada awal kalimat dan untuk menendai kata benda dan kata sifat. 

4.      Konsep Tentang Alfabet (Huruf Abjad)
Konsep keempat yang dikembangkan untuk belum dewasa ialah perihal huruf abjad dan bagaimana dipakai untuk mewakili fonem. Anah-anak memakai pengetahuan fonik (berkaitan dengan suara) untuk membaca sandi kata-kata asing dikala mereka membaca dan membuat ejaan kata-kata dikala mereka menulis. Terlalu sering diasumsikan bahwa aba-aba fonik  adalah komponen  yang paling penting dari acara membaca untuk anak-anak, tetapi fonik hanya satu dari empat sistem bahasa.

Prinsip Abjad.
Prinsip abjad memperlihatkan satu per satu korespondensi antara fonem (bunyi) dan grafem (huruf) sehingga setiap huruf secara konsisten mewakili satu suara.

Nama Huruf
Informasi yang paling dasar bahwa belum dewasa mencar ilmu perihal abjad ialah bagaimana mengidentifikasi dan membentuk huruf dalam goresan pena tangan. Mereka melihat hurud dalam lingkungan cetak dan mereka sering mencar ilmu untuk menyayikan lagu ABC. Seiring waktu, belum dewasa masuk TK, mereka sanggup terbiasa mengenali beberapa huruf, khususnya nama-nama kota mereka, nama anggota keluarga dan binatang peliharaan, dan kata-kata umum di rumah mereka dan masyarakat. Anak-anak juga sanggup menulis beberapa huruf yang familiar.
Kemampuan menyebutkan huruf-huruf abjad merupakan prediktor terbaik dalam memulai prestasi membaca, meskipun mengetahui nama huruf tidak  berdampak secara eksklusif pada kemampuan ank untuk membaca (Adams, 1990). Kemungkinan klarifikasi yang lebih untuk kekerabatan antara pengetahuan huruf dan membaca ialah bahwa belum dewasa yang telah aktif terlibat dalam kegiatan membaca dan menulis sebelum masuk kelas satu tahu nama-nama huruf , dan mereka lebih mungkin cepat dalam membaca . Cukup mengajar belum dewasa untuk nama huruf tanpa membaca menyertainya dan menulis pengalaman tidak memiliki imbas ini .

Korespondensi Fonem-Grafem
Banyak nama huruf menyediakan informasi perihal fonem. Contohnya, ketika anak mengucapkan kata B atau M, nama huruf membantu mereka memprediksi fonem /b/ dan /m/. Nama huruf khususnya berkhasiat untuk mengidentifikasi konsonan dan panjang suara. Anak-anak menyimpulkan fonem untuk banyak huruf dan guru mengajar korespondensi fonem-grafem lainnya melalui demonstrasi, minilessons, dan pengalaman membaca dan menulis.
Guru memperlihatkan bagaimana melafalkan kata-kata dikala mereka menulis pesan dengan anak-anak, memperlihatkan belum dewasa bagaimana menarik keluar pengucapan kata dalam rangka untuk mendengar beberapa suara. Mereka melaksanakan minilessons pada korespondensi fonem-grafem dengan memakai kata-kata yang diambil dari literatur yang pernah dibaca dan didengar oleh anak-anak.
Guru duduk dengan belum dewasa dikala mereka membaca dan menulis, memberi penguatan  mereka dikala mereka mengeluarkan bunyi (terdengar kata-kata). Saat membaca, belum dewasa mengawali bunyi dari kata tolong-menolong dengan sintatik dan informasi semantik yang lain untuk menebak kata yang tidak diketahui. Ketika menulis, belum dewasa mengucapkan kata perlahan dan menulis huruf yang didengar.

Onsets dan Rimes 
Suku kata sanggup dibagi menjadi dua penggalan : Onsets dan Rimes . Onset ialah bunyi konsonan jikalau ada , yang mendahului vokal , dan Rimes ialah vokal dan setiap bunyi konsonan yang mengikutinya ( Treiman , 1995 ) . Misalnya, dalam ‘show’,  sh ialah onset dan ou  ialah rime , dan dalam ‘ball’ , b ialah onset dan all adalah rime tersebut . Untuk ‘at’ dan ‘up’ , tidak ada onset, seluruh kata ialah rime . Penelitian telah memperlihatkan bahwa belum dewasa membuat lebih banyak kesalahan membaca kode dan ejaan konsonan final dari konsonan awal, dan mereka membuat lebih banyak kesalahan pada vokal daripada konsonan ( Treiman , 1985 ) . Masalah kawasan ini sesuai untuk Rimes , dan pendidik kini berspekulasi bahwa onsets dan Rimes bisa menyediakan kunci untuk membuka kesadaran fonemi
 
B.     MUNCULNYA KESADARAN ANAK-ANAK DALAM MEMBACA 
Anak-anak bergerak melalui tiga tahap dikala mereka mencar ilmu membaca selama tingkatan dasar: mengenal , awal, dan fasih ( Cutting , nd ) . Tahap pertama ialah mengenal membaca , dan belum dewasa memasuki tahap ini mengharapkan untuk mencar ilmu membaca . Anak-anak mencar ilmu berperilaku ibarat pembaca dan membaca buku . Mereka membaca buku-buku yang familiar dan menilik buku-buku gres . Anak-anak sering menghafal dongeng dan memakai isyarat gambar untuk panduan " bacaan ". Mereka menyadari bahwa teks bukan gambar, membawa cerita, dan mereka mulai menunjuk kata-kata familiar dan mencari kata-kata yang lain. Dengan kata lain , sebagai belum dewasa mencoba untuk mencocokkan dongeng dalam kepala mereka dengan kata-kata di setiap halaman teks , mereka mulai bergerak ke tahap kedua .
Tahap kedua ialah  membaca awal. Anak-anak membaca secara lisan, tetapi bacaan mereka disengaja lambat sebab mereka mencocokkan setiap kata yang mereka katakana dengan kata pada halaman. Sering mereka menunjuk pada setiap kata ibarat yang mereka katakana dengan lantang. Mereka terus bergantung pada memori mereka dari teks, dan gambar masih merupakan petunjuk yang penting, belum dewasa semakin sering memakai fonologi, semantik, sintaksis dan isyarat pragmatis dalam teks. Mereka merasa sukses dalam kemampuan mereka sebagai pembaca, dan mereka semakin membuat koreksi diri ketika mereka membaca.
Tahap ketiga ialah membaca lancar. Anak-anak pada tahap ini telah mencar ilmu cara membaca. Anak biasanya membaca dalam hati, dan dengan otomatis membaca kecuali ketika mereka bertemu kata-kata sulit. Kemudian mereka memakai fonologi, semantic, sintaksis dan isyarat pragmatis untuk mengidentifikasi kata-kata sulit ini sehingga mereka sanggup terus membaca. Siswaa membaca secara luas dan jikalau mereka menikmati membaca, sanggup mengembangkan minat baca sepanjang hayat.
 
1.      Membaca dibantu (Assisted Reading)
Membaca dibantu merupakan salah satu pendekatan untuk membantu belum dewasa dalam memperkenalkan membaca. Dalam  pendekatan ini anak dan guru (atau pemabca yang fasih) duduk bersama untuk membaca buku. Guru membacakan, anak mendengarkan dan melihat pada gambaran dalam buku. Secara sedikit demi sedikit anak mengasumsikan lebih dan lebih dari pembacaan hingga sampai anak melaksanakan sebagian besar bacaan dan guru menambahkan kata-kata yang sulit. 
 
Tiga tahap dalam membaca dibantu (assisted reading) adalah:
a.   Membaca untuk anak
Guru membacakan buku untuk anak dan mereka mengulangi setiap frase atau kalimat. Pada awalnya perhatian sebagian besar belum dewasa tidak bakal di garis goresan pena dikala mereka mengulangi kata-kata . Mereka mungkin melihat-lihat di sekitar ruangan atau gambar-gambar dalam buku ini Untuk mengarahkan perhatian mereka ke garis goresan pena , guru menunjuk ke kata-kata di setiap baris ibarat yang dibaca . Hal ini memungkinkan belum dewasa untuk melihat bahwa garis cetak yang dibaca dari kiri ke kanan , tidak secara acak . Banyak buku yang berbeda yang membaca dan membaca ulang selama tahap ini . Pembacaan ulang ialah penting sebab gambar visual dari kata-kata harus dilihat dan dibaca berkali-kali untuk memastikan pengenalan mereka dalam buku-buku lainnya . Kemudian, salah satu  pengulangan kata mungkin cukup untuk pengenalan selanjutnya dari kata dalam konteks.
b.    Membaca bersama
Ketika belum dewasa mulai mengamati bahwa beberapa kata berlangsung berulang kali, dari buku ke buku, mereka memasuki tahap kedua dari proses membaca berbantu. Dalam tahap ini guru membaca dan belum dewasa mengulang atau menggemakan kata-kata. Namun, guru tidak membaca kata-kata, belum dewasa tampaknyasudah  mengenali. Guru menghilangkan kata-kata , dan belum dewasa mengisinya . Kefasihan , atau aliran , dari membaca dihentikan terganggu . Jika kefasihan tidak dipertahankan selama tahap ini, belum dewasa tidak bakal memahami arti dari penggalan itu, sebab isyarat sintatik dan semantik yang berasal dari kelancaran bahasa yang mengalir tidak bakal terang bagi mereka .
c.    Menjadi Pembaca Independen 
Transisi ke tahap 3 terjadi ketika belum dewasa mulai meminta guru untuk membiarkan mereka membaca kata-kata sendiri, pada tahap 3 sanggup dimulai dengan cara ini oleh anak , atau mungkin diperkenalkan oleh guru. Ketika belum dewasa tahu kata-kata yang cukup untuk melaksanakan pembacaan awal sendiri , mereka membaca dan guru rela membuktikan setiap kata-kata yang tidak diketahui . ltu penting untuk membantu belum dewasa sehingga kelancaran membaca tidak terganggu . dalam tahap 3 , belum dewasa melaksanakan sebagian besar dari membaca , tetapi mereka  lebih gampang bosan sebab mereka berjuang untuk memakai semua informasi yang mereka miliki pada perolehani perihal bahasa tertulis.  Anak-anak pada tahap ini membutuhkan dorongan teratur, mereka tidak harus mencicipi rasa frustrasi, sebab pindah ke membaca independen ialah proses bertahap.
Guru memakai ‘membaca berbantu’setiap kali mereka membaca dengan masing-masing anak selama membaca lokakarya dan sastra unit fokus . Mereka mencicipi keakraban anak dengan buku dan atau tingkat kenyamanan , dan kemudian mereka mendukung anak dengan melaksanakan sebagian besar bacaan atau menambah hanya kata-kata yang sepertinya tidak dimengerti oleh anak. Orang renta , pembantu , dan lintas usia sobat membaca juga perlu memahami tiga tahap ‘membaca dibantu’ dan bagaimana memakai ‘membaca dibantu’ untuk mendukung belum dewasa dikala mereka muncul kesadaran dalam membaca.
 
Membaca antar-lintas teman
Salah satu cara untuk memakai metode ‘membaca dibantu’ di sebuah Taman Kanak-kanak pada kelas pertama ialah dengan membaca antar-lintas teman. Siswa dari tingkat kelas lebih atas sanggup dipasangkan dengan belum dewasa dikelas dasar, dan siswa menjadi sobat baik dalam membaca Siswa yang lebih renta membaca buku dengan keras untuk anak yang lebih muda, dan belum dewasa yang lebih muda juga membaca sehingga belum dewasa memakai ‘membaca dibantu’.
Guru mengatur acara membaca dengan teman, memutuskan kapan untuk membaca bersama-sama, berapa usang setiap session bakal berakhir, dan kapan jadwal pembacaan dilakukan. Guru SD menjelaskan acara untuk siswa mereka dan berbicara perihal acara sobat baca yang bakal mereka lakukan bersama-sama
Guru tingkat atas mengajarkan serangkaian minilesson perihal bagaimana bekerja dengan anak-anak, bagaimana memakai ‘membaca dibantu’, bagaimana menentukan buku untuk menarik anak-anak, dan bagaimana membantu mereka menanggapi buku. Kemudian siswa yang lebih renta menentukan buku-buku untuk dibaca keras dan berlatih membaca hingga mereka sanggup membaca buku dengan benar.
Pada pertemuan yang pertama, para siswa berpasang-pasangan, berkenalan, dan membaca bersama-sama. Mereka juga berbicara perihal buku yang mereka telah baca dan mungkin menulis daftar  bacaaan khusus. Teman baca juga mungkin bakal pergi ke perpustakaan dan menentukan buku yang bakal mereka baca sesi selanjutnya.
Ada manfaat sosial yang signifikan dalam acara ‘membaca antar-lintas teman’ juga. Anak sanggup berkenalan dengan belum dewasa lain yang mungkin mereka tidak pernah bertemu, dan belum dewasa kelas atas mencar ilmu bagaimana bekerja dengan belum dewasa tingkat dasar. Ketika mereka berbicara perihal buku-buku yang mereka baca, mereka menyebarkan pengalaman pribadi dan interpretasi. Mereka juga berbicara perihal taktik membaca, bagaimana menentukan buku, dan penulis atau gaya gambaran favorit mereka. Kadang-kadang dua kelas bakal merencanakan liburan bersama, sehingga kegiatan ini bakal memperkuat kekerabatan social antara anak-anak.
 
Buku dalam Tas Bepergian (Travelling Bags of Books)
Guru sanggup mengumpulkan beberapa buku perihal banyak sekali topik untuk dibawa pulang belum dewasa dan dibaca dengan orang renta mereka. Kemudian anak dan orang renta membaca satu atau lebih dari buku-buku tersebut dan menggambar atau menulis respon terhadap buku yang mereka baca dalam daftar buku yang menyertai tas bepergian. Anak-anak membawa tas dirumah selama beberapa hari dan kemudian membawanya kembali ke sekolah sehingga anak lain bisa meminjamnya. 
 
2.      Membaca bersama (Shared Reading)
Guru sering menyebarkan dongeng dan buku-buku lain dengan belum dewasa dengan membaca buku keras-keras dikala belum dewasa dalam buku-buku teks individu atau diperbesar yang setiap orang sanggup melihatnya. Pendekatan ini disebut membaca bersama, dan guru menggunakannya untuk menyebarkan tentanng kenikmatan membaca buku anggun dengan  siswa ketika siswa tidak bisa memabaca buku secara mandiri. Melalui membaca bersama, guru juga memperlihatkan bagaimana bekerja dengan tulisan, menyediakan kesempatan kepada siswa untuk memakai taktik prediksi, meningkatkan rasa perca diri pada kemampuan membaca siswa. Membaca bersama sering dipakai dengan pembaca pemula yang baru  belajar.  Akan tetapi guru juga memakai membaca bersama dengan siswa yang lebih tingkatannya.
 
Langkah-langkah dalam membaca bersama:
a.      Memperkenalkan buku
      Guru memperkenalkan buku dengan mengaktifkan pengetahuan perihal topic belum dewasa atau dengan menyajikan informasi gres pada topik terkait dengan buku, kemudianmenunjukkan sampul buku, judul buku dan nama penulisnya. Kemudian belum dewasa membuat prediksi perihal buku. 
b.      Membaca Buku
  Guru membaca buku keras-keras sementara anak menikuti bersama dengan buku salinan individu, atau sebuah buku besar yang ditempatkan di samping guru.Guru memberikan model membaca lancar dan memakai gaya yang dramatis untuk menjaga perhatian anak. Guru mendorong belum dewasa memadukan kata yang sanggup diprediksi, frase, kalimat dan memperhatikan kata yang diulang. Secara berkala, guru meminta siswa berhenti untuk membuat prediksi perihal dongeng atau mengarahkan perhatian mereka ke teks.
c.       Menanggapi buku
    Anak-anak menanggapi buku dengan menggambar dan menulis dalam daftar bacaan dan menyebarkan tanggapan dalam diskusi. Setiap kali belum dewasa membaca buku, kenikmatan ialah tujuan pertama dan terutama. Mereka memakai buku ini utnuk mempelajari lebih lanjut perihal bahasa tertulis.
 
d.      Melakukan pembacaan berulang
    Anak-anak dan guru membaca buku bersama lagi dalam sebuah kelompok, dan anak membaca buku secara berdikari atau berpasangan. Anak-anak perlu membaca buku beberapa kali semoga menjadi cukup mengerti dengan bacaan itu. 
e.    Menyelidiki buku (eksplor)
 Guru memakai buku sebagai dasar minilesson untuk mengusut huruf, kata, dan kalimat dalam bacaan. Minilessons mungkin juga focus pada persajakan, taktik identifikasi kata, mebaca prosedur, taktik dan keterampilan.
f.    Memperluas interpretasi
    Siswa memperluas interpretasi mereka melalui kegiatan membaca lainnya dan melalui proyek-proyek berbicara, drama dan menulis.
 
Buku Prediksi
Cerita dan buku-buku lain yang dipakai guru untuk menyebarkan bacaan dengan belum dewasa sering diulang kata dan kalimat, sajak atau pola lainnya. Buku-buku yang memakai pola ini dikenal sebagai buku prediksi. Mereka ialah alat yang berharga untuk pembaca pemula sebab berulang kata dan kalimat, pola dan urutan memungkinkan belum dewasa untuk memprediksi kalimat berikutnya atau episode dalam dongeng atau buku lainnya. (Bridge, lgTg; Heald- Taylor, 1987; Rhodes, 1981; Tompkins & Webeleq 1983).

Tipe buku prediksi yaitu :
a.       Pengulangan.
Dalam beberapa buku, frase dan kalimat yang berulang-ulang. Kadang-kadang setiap episode atau penggalan teks berakhir dengan kata-kata yang sama atau menahan diri, dan dalam buku-buku lain pernyataan atau pertanyaan yang sama diulang. Misalnya, dalam The Little Red Hen (Galdone, 1973), binatang ulangi "Tidak saya" ketika ayam merah kecil meminta mereka untuk membantu flora nya benih, panen gandum, dan panggang roti. Setelah penolakan mereka untuk membantu, ayam setiap kali mengatakan, "Kalau begitu saya bakal melakukannya "
 
 
b.      Urutan kumulatif. 
Kategori Urutan kumulatif includes buku di mana frase atau kalimat yang berulang dan diperluas di setiap episode. Dalam Qingerbread Bog (Galdone, 1975, contohnya, mengulangi anak jahe dan memperluas membanggakan dikala ia bertemu masing-masing karakter pada larinya jauh dari orang renta liftle dan perempuan renta kecil.
 
c.    Sajak dan irama. 
Sajak dan irama musik ialah perangkat penting dalam buku ini. Kalimat memiliki beat yang kuat, dan sajak dipakai pada final setiap baris atau dalam sketsa puitis lain. Juga, beberapa buku memiliki internal sajak dalam garis daripada pada final baris. Salah satu pola dari sebuah buku dalam kategori ini ialah Hop Dr Seuss di Pop (1963).
 
d.      Pola Sequential. 
Buku dalam kategori ini memakai urutan bersahabat ibarat bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, angka 1 hingga 10, atau huru-huruf alfabet untuk struktur teks. Misalnya, The Verg Hungrg Caterpillar (Carle, 1969) menggabungkan jumlah dan hari ahad urutan sebagai ulat makan melalui susunan yang menakjubkan makanan selama seminggu. 
 
Buku Besar. 
Buku besar yang sangat diperbesar buku bergambar yang dipakai guru dalam membaca bersama, paling sering dengan siswa SD. Menurut teknik ini, yang dikembangkan di Selandia Baru; guru memakai buku bergambar diperbesar ditempatkan pada kuda-kuda atau grafik rak di mana semua anak sanggup melihatnya; guru membaca buku besar dengan kelompok-kelompok kecil belum dewasa atau dengan seluruh kelas (Holdaway, 1979). Trachtenburg dan Ferruggia (1989) memakai buku besar dengan kelas mereka transisi pertama grader dan menemukan bahwa membuat dan membaca buku-buku besar secara dramatis meningkatkan tingkat baca belum dewasa di tes prestasi standar. Para guru melaporkan bahwa konsep diri belum dewasa sebagai pembaca yang terang ditingkatkan juga.
 Banyak buku gambar sanggup dibeli dalam bentuk buku besar , dan guru sanggup membuat buku besar sendiri dengan mencetak teks buku gambar pada lembaran besar posterboard dan menambahkan ilustrasi. Langkah-langkah dalam membuat sebuah buku besar tercantum dalam Gambar 7-5. Hampir semua jenis buku bergambar sanggup berkembang menjadi sebuah buku besar, tapi buku diprediksi, sajak, lagu, dan puisi yang paling populer. Heald-Tayior (1987) 
Dari daftar jenis buku besar yang guru sanggup membuat :
Buku Replica - salinan dari sebuah buku bergambar
Baru diilustrasikan book - bersahabat dengan gambaran baru
Diadaptasi buku - versi gres dari buku bergambar akrab
buku orisinil - buku orisinil disusun oleh siswa atau guru
 
Dengan buku besar pada berdiri chart atau kuda-kuda , guru membaca dengan nyaring, menunjuk ke setiap kata.  Tak lama, para siswa bergabung dalam membaca, kemudian guru membaca ulang buku itu, mengundang siswa untuk membantu dengan membaca. Selanjutnya saat buku dibaca, guru membaca ke titik bahwa teks menjadi diprediksi, ibarat kata terakhir dari kalimat atau awal yang diulang, dan siswa sediakan teks hilang. Memiliki siswa memasok teks penting yang hilang sebab sanggup menjadikan pembacaan independen. Ketika siswa memiliki menjadi bersahabat dengan teks, mereka diundang untuk membaca buku besar secara mandiri (Slaughter , 1983).




Buku besar buatan siswa
Siswa juga sanggup membuat buku besar dongeng favorit mereka. Pertama, siswa memilihcerita yang familiar dan menulis atau mendikte menceritakan kembali. Selanjutnya mereka membagi halaman teks dan mempersiapkan ilustrasi. Mereka menulis teks pada lembaran besar papan poster dan menambahkan ilustrasi. Mereka membuat halaman judul dan cover, dan kemudian mereka menyusun halaman. Guru sanggup memakai buku dengan belum dewasa ibarat mereka bakal memproduksi secara komersial buku besar yang mereka buat sendiri.


3.      Pendekata Pengalaman Bahasa / Languange Language Experience Approach (LEA)
Pendekatan Pengalaman Bahasa /Language Experience Approach (LEA) didasarkan pada bahasa anak dan pengalaman (Ashton-Warner, 1965; Lee 6 Allen, 1963; Stauffer, 1970). Dalam pendekatan ini anak mendikte kata dan kalimat perihal pengalaman mereka, dan guru menulis dikte untuk anak-anak. Teks mereka kembangkan menjadi materi bacaan. Karena bahasa berasal dari belum dewasa sendiri, dan sebab konten menurut pengalaman mereka, mereka biasanya bisa membaca teks dengan mudah. Membaca dan menulis yang terhubung sebagai siswa aktif terlibat dalam membaca apa yang mereka tulis.
Tahapan-tahapan Pendekatan Pengalaman Bahasa :
a.      Memberikan Pengalaman
Pengalaman bermakna diidentifikasi untuk melayani sebagai stimulus untuk menulis. Untuk menulis kelompok, itu bisa menjadi pengalaman bersama dalam sekolah, membaca buku dengan nyaring, perjalanan lapangan, atau beberapa pengalaman lain ibarat memiliki hewan peliharaan atau bermain di halaman rumah, bahwa semua anak yang bersahabat dengan hal tersebut. Untuk menulis individu, stimulus sanggup berupa pengalaman yang penting bagi anak tertentu.

b.      Berbicara Tentang Pengalaman
Siswa dan guru mendiskusikan pengalaman sebelum menulis. Tujuan diskusi ini ialah untuk menghasilkan kata-kata dan meninjau pengalaman sehingga dikte belum dewasa bakal lebih menarik dan lengkap. Guru sering memulai dengan pertanyaan terbuka, seperti, "Tentang Apa yang bakal ditulis? " Anak-anak berbicara perihal pengalaman mereka, mereka menjelaskan dan mengatur wangsit memakai kosakata yang lebih spesifik, dan memperluas pemahaman mereka.

c.       Merekam Dikte Tersebut
Guru menuliskan dikte anak. Teks untuk masing-masing anak yang ditulis pada lembar kertas tertulis atau dalam buku-buku kecil dan teks kelompok ditulis pada kertas grafik. Guru mencetak rapi, mengeja kata-kata dengan benar, dan melestarikan bahasa siswa sebanyak mungkin. Itu ialah godaan besar untuk mengubah bahasa anak untuk sendiri, baik dalam pilihan kata guru atau tata bahasa, tapi editing harus disimpan ke minimum sehingga belum dewasa tidak mendapatkan kesan bahwa bahasa mereka lebih rendah atau tidak memadai.
Untuk teks individual, guru terus mengambil dikte anak dan menulis hingga anak selesai atau ragu-ragu. Jika anak ragu-ragu, guru membaca ulang apa yang telah ditulis dan mendorong anak untuk terus melanjutkan. Untuk teks grup, belum dewasa bergiliran mendikte kalimat, dan sesudah menulis setiap kalimat, guru membaca ulang itu .
Sangat menarik bahwa sebagai belum dewasa menjadi bersahabat dengan mendikte guru, mereka mencar ilmu untuk kecepatan dikte mereka untuk kecepatan guru menulis. Pada awalnya, belum dewasa mendikte sebab mereka memikirkan ide-ide, tetapi dengan pengalaman, mereka menyaksikan guru menulis dan memasok teks kata demi kata.

d.      Membaca Teks
Setelah teks tersebut telah didikte, guru membaca nyaring, menunjuk ke setiap kata. Bacaan ini mengingatkan belum dewasa dari konten teks dan memperlihatkan bagaimana untuk membacanya dengan bunyi keras dengan intonasi yang tepat. Kemudian belum dewasa bergabung dalam membaca. Setelah membaca teks kelompok bersama-sama, masing-masing anak sanggup mengambil giliran membaca ulang. Teks kelompok juga sanggup disalin sehingga setiap anak memiliki tembusan untuk dibaca secara mandiri.

e.      Memperluas Teks
Setelah mendikte, membaca, dan membaca ulang teks-teks mereka, belum dewasa sanggup memperpanjang pengalaman dalam beberapa cara; contohnya, mereka dapat:
·         Tambahkan gambaran untuk goresan pena mereka.
·         Membaca teks mereka untuk sobat sekelas dari depan kelas.
·         Membawa pulang teks-teks mereka untuk menyebarkan dengan anggota keluarga.
·         Tambahkan teks ini untuk koleksi tulisan-tulisan mereka.
·         Memilih kata-kata dari teks-teks mereka bahwa mereka ingin mencar ilmu membaca.
Dalam pendekatan pengalaman bahasa ini, jikalau ada kelemahan, guru memberikan model "sempurna" ketika mereka mengambil dikte anak-anak, mereka menulis dengan rapi dan mengeja semua kata dengan benar. Setelah kegiatan pengalaman bahasa, beberapa anak kecil tidak bersemangat untuk melaksanakan menulis sendiri, sebab mereka lebih suka guru mereka menulis "sempurna" untuk mereka sendiri menulis ibarat anak kecil. Untuk menghindari problem ini, guru harus menyuruh belum dewasa untuk menulis goresan pena mereka sendiri dalam jurnal pribadi, menulis dan menggambar dalam menanggapi kegiatan sastra di dikala yang sama mereka berpartisipasi dalam  kegiatan pengalaman bahasa. Dengan cara ini, belum dewasa mencar ilmu bahwa sewaktu waktu mereka menulis sendiri dan pada waktu lain guru mengambil dikte mereka.
Meskipun berbeda, pendekatan pengalaman bahasa dan proses menulis ialah kompatibel dan sanggup dipakai tolong-menolong untuk membantu anak Taman Kanak-kanak bereksperimen. Karnowski (1989) memperlihatkan bahwa dua pendekatan sama dalam beberapa cara. Siswa secara aktif terlibat dalam membuat teks mereka sendiri di kedua LEA dan menulis proses. Membaca dan menulis disajikan secara bermakna, fungsional, dan dua pendekatan menekankan pengambilan sifat yang berarti dalam komunikasi. Karnowski memperlihatkan bahwa LEA sanggup dimodifikasi, untuk membuatnya lebih ibarat menulis proses :
1)      Prapenulisan.  
      Anak-anak mengumpulkan ide-ide untuk menulis melalui pengalaman, berbicara, dan seni.
2)      Drafting.
      Anak-anak mendikte teks, sedangkan guru mencatat. Ini ialah draft pertama menulis.
3)      Revisi.
Anak-anak dan guru membaca dan membaca ulang teks. Mereka berbicara perihal menulis dan membuat satu atau lebih perubahan.
4)      Editing.
Anak-anak dan guru membaca teks direvisi dan periksa ejaan, tanda baca, huruf besar, dan pertimbangan mekanis lainnya benar. Kemudian belum dewasa memperbanyak teks dalam format buku.
5)      Publishing.
Anak-anak menyebarkan teks dengan sobat sekelas dari depan kelas. Selain itu, teks sanggup dipakai untuk kegiatan membaca lainnya.
Dengan modifikasi ini, siswa sanggup mencar ilmu bahwa membaca dan menulis merupakan seluruh Proses.

C.    MUNCULNYA KESADARAN ANAK-ANAK UNTUK MENULIS
           Banyak anak kecil sanggup menulis sebelum memasuki TK; ada juga yang diperkenalkan ke menulis selama tahun pertama mereka sekolah (Harste, Woodward, E Burke, 1984; Temple, Nathan, Burris, & , Temple, 1988). Peluang untuk menulis dimulai pada hari pertama Taman Kanak-kanak dan terus setiap hari seluruh nilai utama terlepas dari apakah belum dewasa sudah mencar ilmu membaca atau menulis huruf dan kata. Anak-anak sering mulai memakai perpaduan antara seni dan coretan atau surat ibarat bentuk untuk mengekspresikan diri. Menulis gerakan mereka menuju bentuk konvensional sebab mereka menerapkan konsep yang mereka pelajari perihal bahasa tertulis.
           Anak-anak berpartisipasi dalam banyak jenis yang sama menulis-kegiatan dengan siswa yang lebih tua. Mereka memakai huruf atau kata-kata untuk memberi label gambar yang mereka gambar, menggambarkan pengalaman dalam jurnal, menulis surat kepada anggota keluarga, dan membuat buku-buku untuk menyebarkan informasi. Dalam goresan pena mereka, belum dewasa memakai kombinasi ejaan   dewasa dan ejaan ditemukan, atau pendekatan istimewa menggunakan surat dan tanda lainnya untuk mewakili kata-kata

1.         Pengenalan Anak-anak untuk Menulis
    Anak-anak diperkenalkan untuk menulis dikala mereka menonton orang renta dan guru mereka menulis dan ketika mereka bereksperimen dengan menggambar dan menulis. Guru membantu belum dewasa memunculkan kesadaran dalam goresan pena mereka memperlihatkan kepada mereka bagaimana memakai goresan pena anak, mengajarkan pelajaran sigkat perihal bahasa tertulis, dan melibatkan mereka dalam kegiatan menulis.

a.       Menulis pada anak
                 Model menulis pada orang remaja bisa sangat angker untuk anak-anak, yang merasa gundah untuk menghasilkan goresan pena remaja yang tertulis rapi dan memakai ejaan konvensional. Guru sanggup membedakan tulisan  mereka, menulis pada orang remaja dengan tulisan-anak yang belum dewasa lakukan. Menulis pada anak membutuhkan banyak bentuk yang berbeda.
·         Menulis Coretan.
                          Menulis sanggup berupa coretan atau kumpulan tanda acak di atas kertas. Terkadang belum dewasa memalsukan goresan pena halus orang remaja ibarat coretan mereka.
·         Pelabelan (satu huruf)
                          Anak-anak bisa merangkai surat bersama yang tidak memiliki fonem - grafem korespondensi, atau mereka sanggup memakai satu atau dua huruf untuk mewakili seluruh kata-kata.
·         Menemukan ejaan tanpa spasi.
                          Anak-anak dengan lebih berpengalaman dengan bahasa tertulis sanggup membuat ejaan yang mewakili lebih fitur bunyi dalam kata-kata, dan mereka sanggup menerapkan hukum ejaan.
·         Ejaan diciptakan lebih canggih dengan spasi.
                          anak bereksperimen dengan memakai periode untuk menandai ruang antara kata-kata.
·         Menemukan Ejaan Dengan Penerapan Aturan
                          Progres ejaan komprehensif anak dari “Abbie is my good dog. I love her very much"
      Penjelasan di atas sanggup dilihat dalam gambar berikut :


            




            





Menulis pada anak merupakan konsep penting untuk belum dewasa sebab memberikan mereka izin untuk bereksperimen dengan bahasa tertulis ketika mereka menggambar dan menulis. Terlalu sering belum dewasa menganggap bahwa mereka harus menulis dan mengeja ibarat orang remaja dan mereka tidak bisa. Tanpa keyakinan ini belum dewasa tidak ingin menulis, atau mereka meminta guru untuk mengeja setiap kata atau menyalin teks dari buku atau dari grafik. Menulis pada anak mengajarkan siswa beberapa taktik untuk menulis dan memberi mereka izin untuk membuat ejaan yang mencerminkan pengetahuan mereka perihal bahasa tertulis.
               Menulis pada anak kecil tumbuh dari berbicara dan menggambar. Ketika mereka mulai menulis, goresan pena mereka secara harfiah merupakan pembicaraan mereka yang ditulis, dan belum dewasa biasanya bisa mengungkapkan dalam menulis ide-ide yang mereka bicarakan. Pada dikala yang sama, tanda letterlike belum dewasa berkembang dari gambar mereka. Dengan pengalaman, belum dewasa membedakan
menggambar dan menulis. Beberapa guru Taman Kanak-kanak menjelaskan kepada belum dewasa bahwa mereka harus memakai krayon ketika mereka menggambar dan memakai pensil ketika mereka menulis. Guru juga sanggup membedakan pada anak mana halaman menulis dan menggambar. Yang menulis mungkin dimulai di penggalan atas atau bawah halaman, atau belum dewasa sanggup memakai kertas dengan ruang untuk menggambar di penggalan atas dan garis untuk menulis di penggalan bawah.

b.   Pelajaran singkat Tentang Membaca dan menulis
                            Guru mengajar pelajaran singkat tentang konsep bahasa tulis, membaca dan menulis topik lain untuk belum dewasa di Taman Kanak-kanak dan kelas dasar. Anak-anak mencar ilmu perihal bagaimana membaca dan menulis yang dipakai untuk memberikan pesan dan bagaimana belum dewasa berperilaku sebagai pembaca dan penulis.





Prosedur
Konsep
Strategi dan Keterampilan
·        Memegang sebuah buku dengan benar
·        Mengubah halaman dengan benar
·        Kata yang terpisah menjadi onsets dan Rimes
·        Berperilaku ibarat pembaca
·        Titik di kata-kata ibarat yang dibaca
·        Cocokkan setiap kata ibarat yang dibaca lantang dengan kata pada halaman
·        Apakah membaca dibantu
·        Apakah sobat membaca
·        Apakah membaca bersama
·        Mendikte pengalaman bahasa cerita
·        Berperilaku ibarat seorang penulis
·        Tulis nama pada lembar sign-in
·        Gunakan menulis dalam kegiatan bermain
·        Bertukar pesan dengan sobat sekelas
·        Membagi goresan pena pada di kursi penulis (depan kelas)
·         Keperluan untuk membaca
·         Keperluan untuk menulis
·         Arah Cetak
·         Sebuah kata
·         huruf besar
·         huruf kecil
·         prinsip abjad
·         rima kata-kata
·         Pengulangan kata-kata, frase dan kalimat
·         buku besar
·         kesadaran penonton
·         Kursi penulis
·         menulis pada anak
·         ejaan dewasa
·         menciptakan ejaan.
·        Cari kata-kata bersahabat dan tanda-tanda.
·        Nyanyikan lagu ABC untuk mengidentifikasi kata
·        Mengidentifikasi kata
·        Huruf besar dan huruf kecil
·        Pertandingan huruf
·        Huruf Pemberitahuan kata
·        mengidentifikasi fonem - grafem
·        korespondensi
·        Baca Cetak lingkungan
·        Melihat kata-kata sebagai teks yang dibaca lantang
·        Cocokkan kata-kata yang dicetak dengan kata-kata
·        membacakan
·        membuat prediksi
·        pemberitahuan pengulangan
·        Pola pemberitahuan sajak
·        Perhatikan Pola sekuensial
·        mengidentifikasi kata-kata akrab
·        Gunakan coretan dan acak
·        surat untuk menulis
·        Tulis nama sendiri
·        Salin kata-kata bersahabat dan Cetak lingkungan
·        Ruang antara kata-kata
·        Gunakan huruf kapital untuk memulai kalimat
·        Gunakan tanda baca untuk mengakhiri kalimat
·        Gunakan membuat ejaan
·        Gunakan Pola kalimat untuk menulis


c.    Menggunakan Proses Menulis Dengan Anak Kecil
                            Guru sering menyederhanakan Proses menulis untuk Anak Kecil dengan menyingkat revisi dan editing tahapan proses penulisan. Pada revisi pertama anak terbatas pada membaca teks untuk diri sendiri atau kepada guru untuk menilik perihal apa yang mereka tulis merupakan apa yang ingin mereka katakan. Merevisi menjadi lebih formal sebagai belum dewasa mencar ilmu perihal audiens dan ingin "menambahkan lebih" menulis untuk membuatnya menarik bagi sobat sekelas mereka. Beberapa penulis pemula mengabaikan mengedit sama sekali, dan secepat mereka telah melesat konsep mereka, mereka siap untuk mempublikasikan atau menyebarkan tulisan. Namun, selain mengubah ejaan, memperbaiki surat mereka yang ditulis dengan buruk, atau menambahkan periode hingga final teks ketika mereka membaca lebih dari tulisan-tulisan mereka. Ketika belum dewasa mulai menulis, guru mendapatkan goresan pena mereka ibarat yang tertulis dan memfokuskan pada pesan. Sebagai belum dewasa mendapatkan pengalaman dengan menulis, guru mendorong mereka untuk "memperbaiki " satu atau dua kesalahan. Pedoman untuk memakai Proses Menulis Dengan memunculkan kesadaran Penulis :
1)      Pra menulis
Pra menulis sama pentingnya kepada belum dewasa kecil ibarat penulis lain. Anak menulis perihal topik yang mereka tahu dengan baik dan memiliki kosakata untuk Check perihal ide. Topik mencakup pengalaman pribadi, kegiatan kelas, dongeng siswa mendengarkan membaca dengan keras atau telah membaca secara independen, dan tema siklus topik. Anak-anak memakai gambar untuk mengumpulkan dan mengatur wangsit sebelum menulis. Anak-anak sering berbicara perihal topik atau mendramatisasi sebelum mulai menulis.

2)      Penyusunan Draf
                      Anak kecil biasanya menulis satu-rancangan komposisi mereka menambahkan kata-kata untuk menemani mereka telah membuat gambar. Penekanannya ialah mengenai menyatakan tidak pada goresan pena tangan keterampilan atau ejaan konvensional.

3)      Merevisi
                      Guru mengecilkan tahap ini hingga belum dewasa telah mencar ilmu pentingnya untuk memenuhi kebutuhan pembaca mereka Pada anak pertama membaca Tulisan-tulisan mereka untuk melihat bahwa mereka telah memasukkan segala sesuatu yang mereka ingin mengatakan, dan mereka membuat sedikit perubahan . Ketika mereka mendapatkan pengalaman mereka mulai membuat perubahan untuk membuat goresan pena mereka lebih terang dan menambahkan informasi lebih untuk membuat goresan pena mereka lebih lengkap.

4)      Editing
                    Seperti merevisi , tahap ini tidak ditekankan hingga belum dewasa telah mencar ilmu ejaan konvensional untuk beberapa kata dan telah mendapatkan kontrol atas hukum untuk memanfaatkan kata-kata dan menambahkan tanda baca . Untuk memperkenalkan editing , guru membantu belum dewasa membuat satu atau dua koreksi dengan menghapus kesalahan dan mengoreksi dengan menulis pensil mengguakan pensil di dalam goresan pena siswa.  Guru tidak melingkari kesalahan di atas kertas anak dengan pena merah . Anak-anak menjadi penulis lebih fasih , guru membantu mereka rnake lebih dalam dalam mengoreksi.

5)      Publikasi
Anak membaca tulisan-tulisan mereka untuk sobat sekelas mereka dan menyebarkan gambar mereka. Melalui sharing, belum dewasa mengembangkan konsep audiens dan mencar ilmu gres cara penulisan sobat sekelas mereka. Anak Taman Kanak-kanak dan kelas satu biasanya tidak memperbanyak tulisan-tulisan mereka, tapi kadang kala guru mengubah goresan pena anak ke dalam bentuk konvensional, Ketika remaja memperbanyak goresan pena anak-anak, namun, mereka mengirim pesan yang berpengaruh bahwa goresan pena belum dewasa tidak memadai, kecuali ada alasan yang baik untuk mengubah anak menulis goresan pena dewasa.


2.         Kesempatan untuk Menulis
                 Guru kelas SD mengatur kelas, membuat lingkungan untuk kegiatan membaca dan menulis, dan berencana untuk memberikan kesempatan untuk menulis. Melalui kegiatan ibarat melaksanakan tanda tangan ketika tiba di kelas dan bertukar email dengan sobat sekelas, belum dewasa memakai menulis untuk tujuan otentik dan penonton asli
a.      Sign-In Sheets.
           Guru memakai lembar sign-in untuk memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berlatih menulis nama mereka untuk tujuan asli. Untuk mengambil kehadiran, mereka sanggup mengatur keluar secarik kertas setiap hari dengan alat tulis, dan anak-anak menulis nama mereka dikala mereka tiba di kelas (Harste, Woodward, & Burke, 1984). Anak mencar ilmu dokumen lembar sign-in ini untuk mencetak nama dan konsep-konsep lain perihal bahasa tertulis. Bobbi Fisher (1991), seorang guru TK, memakai Prosedur sign-in lainnya. Dia membuat grafik T dengan pertanyaan tertulis di penggalan atas grafik dan dua kolom jawaban, dan belum dewasa menulis nama mereka di kolom jawaban dalam menanggapi pertanyaan. Sebagai contoh, sesudah ia membawa labu gilirannya hijau orange ia menulis, "Apakah labu ini berwarna oranye? " Siswa menjawab pertanyaan dengan menulis nama mereka di kolom Ya atau kolom No. guru dapat "mengembangkan jenis grafik sign-in yang meminta siswa untuk membuat pilihan atau memberikan pendapat. Untuk contoh siswa sanggup menentukan favorit Buku selama studi penulis, mereka sanggup melaporkan informasi selama tema siklus gizi, ibarat apa yang mereka makan untuk sarapan . Lain pertama dan kedua guru kelas memiliki mendaftar lembar bagi siswa untuk membuat buku, pekerjaan di komputer, atau udara problem selama pertemuan kelas.

b.      Pusat Bermain Drama.
Anak-anak mencar ilmu perihal fungsi membaca dan menulis sebab mereka memakai bahasa tertulis dalam bermain mereka, Ketika mereka membangun blok bangunan, belum dewasa menulis gejala dan tape mereka pada bangunan. Saat mereka bermain dokter , mereka menulis resep pada slip kertas, dan sebab mereka memainkan guru, mereka membaca dongeng dengan bunyi keras kepada teman-teman yang berpura-pura menjadi siswa atau boneka dan boneka - binatang "siswa." Anak-anak kecil memakai kegiatan ini untuk melaksanakan simulasi familiar, kegiatan sehari-hari. Dan untuk berpura-pura menjadi seseorang atau sesuatu yang lain. Melalui kegiatan bermain drama, belum dewasa memakai membaca dan menulis untuk berbagai fungsi.

c.       Menulis Pusat.
Sebuah sentra penulisan sanggup diatur di kelas Taman Kanak-kanak sehingga belum dewasa memiliki tempat khusus untuk tiba dan menulis . Pusat harus terletak di meja dengan kursi, dan kotak persediaan termasuk pensil, krayon, stempel tanggal, banyak sekali jenis kertas, notebook jurnal, stapler, buku kosong, kertas catatan dan amplop - harus disimpan di dekatnya. Alfabet dicetak dalam huruf besar dan huruf kecil harus tersedia di meja. Selain itu, harus ada sebuah peti untuk belum dewasa untuk memasukkan pekerjaan mereka. Mereka juga sanggup menyebarkan tulisan-tulisan mereka selesai dengan mengirim mereka ke teman-teman sekelas atau mereka menyebarkan di kursi penulis/depan kelas. Ketika belum dewasa tiba ke sentra menulis, mereka menggambar dan menulis di jurnal, mengkompilasi buku, dan menulis pesan ke teman-teman sekelasnya. Guru harus tersedia untuk mendorong dan membantu belum dewasa di pusat. Mereka sanggup mengamati anak sebab mereka membuat ejaan dan sanggup memberikan informasi perihal huruf, kata, dan kalimat yang dibutuhkan . Jika guru tidak bisa berada di sentra menulis , mungkin pembantu, seorang relawan renta , atau siswa atas kelas sanggup membantu.

d.      Kotak surat : Bertukar Pesan Dengan Teman Sekelas.
Anak-anak menggambar dan menulis pesan ke sobat sekelas dan pertukaran mereka dengan sobat sekelas di sentra pesan. Kotak pesan atau papan buletin kecil sanggup dipakai sebagai sentra pesan. Siswa menulis ke sobat sekelas untuk menyapa, memberikan pujian,  memberikan harapan ulang tahun, dan mengembangkan persahabatan. Mereka berlatih menulis nama mereka dan nama sobat sekelas mereka, dan beberapa kata. Mereka juga mendapatkan latihan membaca pesan yang mereka terima. Guru menulis pesan singkat kepada sobat sekelas, juga untuk banyak tujuan yang sama.

e.      Kursi Penulis .
                     Pada kelas SD kursi khusus harus didesain ibarat kursi penulis (Graves & Hansen, 1983). Kursi ini mungkin kursi goyang, kursi taman dengan kursi empuk, dingklik kayu,  atau kursi direktur, dan itu harus diberi label " Kursi Penulis. " belum dewasa dan guru duduk di kursi untuk menyebarkan buku yang mereka telah membaca dan buku-buku lain yang mereka tulis.
                     Ketika guru duduk di kursi untuk membaca buku dengan bunyi keras kepada anak-anak, mereka menyebutkan penulis buku dan menceritakan sedikit perihal penulis, jikalau mereka bias. Dalam cara ini, belum dewasa memperoleh kesadaran penulis, orang-orang yang menulis buku. Anak-anak juga duduk di kursi penulis untuk menyebarkan buku dan komposisi lainnya yang mereka tulis. Duduk di kursi penulis khusus ini membantu belum dewasa secara sedikit demi sedikit menyadari bahwa mereka ialah penulis. Graves dan Hansen menjelaskan tumbuh belum dewasa kesadaran penulis dan diri mereka sebagai penulis dalam tiga langkah :
1)       Penulis menulis buku. Setelah mendengar banyak buku dibacakan kepada mereka dan membaca buku sendiri, belum dewasa mengembangkan konsep bahwa penulis ialah orang-orang yang menulis buku.
2)       Saya ialah seorang penulis. Berbagi buku yang mereka tulis dengan sobat sekelas dari kursi penulis membantu belum dewasa melihat diri mereka sebagai penulis.
3)       Jika saya menulis buku ini diterbitkan sekarang, saya tidak bakal menulis ibarat ini. Anak-anak mencar ilmu bahwa mereka memiliki pilihan ketika mereka menulis , dan kesadaran ini tumbuh sesudah mereka telah bereksperimen dengan banyak sekali fungsi menulis , bentuk, dan khalayak.

Ketika belum dewasa menyebarkan tulisan-tulisan mereka , satu anak duduk di kursi penulis, dan sekelompok belum dewasa duduk di lantai atau di kursi di depan kursi penulis. Anak itu duduk di kursi penulis membaca buku atau penggalan lain dari menulis dan memperlihatkan gambaran yang menyertainya. Kemudian belum dewasa yang ingin membuat komentar mengangkat tangan mereka, dan penulis menentukan beberapa anak untuk bertanya pertanyaan, memberikan kebanggaan dan membuat komentar. 
 
 


0 Response to "Pengembangan Membaca Dan Menulis Pada Siswa"

Total Pageviews