Realistic Mathematics Education (RME) |
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori berguru mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang menyampaikan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan acara manusia. Ini berarti matematika harus akrab dengan anak dan relevan dengan kehidupan konkret sehari-hari. Matematika sebagai acara insan berarti insan harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang sampaumur (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan aneka macam situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang sanggup dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar, 2000). Prinsip inovasi kembali sanggup diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses inovasi kembali memakai konsep matematisasi.
=========================================
=========================================
Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (1991), yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Contoh matematisasi horisontal ialah pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematik. Contoh matematisasi vertikal ialah representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan pembiasaan model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian. Kedua jenis matematisasi ini menerima perhatian seimbang, alasannya ialah kedua matematisasi ini memiliki nilai sama (Van den Heuvel-Panhuizen, 2000).
Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika sanggup dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, emperistik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam pendekatan ini insan dianggap sebagai mesin. Kedua jenis matematisasi tidak digunakan. Pendekatan emperistik ialah suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa sanggup menemukan melalui matematisasi horisontal. Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang memakai sistem formal, contohnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik ialah suatu pendekatan yang memakai masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui acara matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa sanggup menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
Karakteristik RME
Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998).
1. Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”
Gambar berikut menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus di mana “dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai daerah untuk mengaplikasikan kembali matematika.
Dalam Realistic Mathematics Education (RME), pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (“dunia nyata”), sehingga memungkinkan mereka memakai pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi konkret dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan menyebarkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa sanggup mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang gres dari dunia konkret (applied mathematization). Oleh alasannya ialah itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematikan dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000)
2. Menggunakan Model-model (Matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi ajaib atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa menciptakan model sendiri dalam menuntaskan masalah. Pertama ialah model situasi yang akrab dengan dunia konkret siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui daypikir matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal.
3. Menggunakan Produksi dan Konstruksi
Streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melaksanakan refleksi pada bab yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa mekanisme pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber pandangan gres dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
4. Menggunakan Interaktif
Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang fundamental dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi dipakai untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
5. Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment)
Dalam Realistic Mathematics Education (RME) pengintegrasian unit-unit matematika ialah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan kuat pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya dibutuhkan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
0 Response to "Realistic Mathematics Education (Rme)"