Contoh Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia
Islam Penuh Toleransi |
Toleransi itu Ada
1 Juni ramai-ramai diperingati sebagai hari lahir Pancasila. Mengenangnya sebagai wujud toleransi sebagai bangsa Indonesia yg terdiri dari banyak sekali macam suku, agama, ras, dan golongan yg tidak sama-beda. Bukan hanya persoalan keberagamannya, tetapi juga wacana kebersamaannya.
Di malam bulan ampunan yg kedua, di Desa Gunungsari, sebuah desa yg masuk dalam kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember, Pancasila mungkin tidak diperingati ibarat para akademisi dan para penggagas pendukungnya. Tetapi di desa tersebut Pancasila benar-benar tertanam dalam kehidupan sehari-hari warganya. Hidup rukun dalam keberagaman.
Di depan pintu gerbang masjid, ada anjing yg berkeliaran. Para jamaah yg menuju masjid sama sekali tidak merasa risih dengan keberadaan binatang yg dalam ilmu fikih tergolong dalam najis berat (mugholladhoh) ini. Warga desa Gunungsari memang tidak semuanya muslim. Ada yg Hindu dan Kristiani. Kaprikornus rumah ibadahnya tidak hanya masjid, ada pula gereja dan pura. Bahkan Keliru satu pura bertetangga dengan masjid yg berjulukan Darul Mutaallimin. Bahkan papan nama antara masjid dan pura menjadi satu, menunjukkan masjid dan menunjukkan pura.
Kebetulan di tarawih kedua itu, di pura yg ada di utara masjid sedang berlangsung sembahyang umat Hindu. Mereka tetap khidmat dan khusuk, tanpa merasa terganggu dengan pengeras bunyi yg saling bersahutan dari masjid dan tubruk yg melantunkan puji-pujian setelah azan isya’, padahal bunyi dan lagunya tidak dapat dikatakan merdu. Sama dengan tidak terganggunya orang-orang yg bersebelahan dengan anjing di depan pintu gerbang masjid.
Qiraah Langgam Jawa
Dalam pelaksanaan salat tarawih pun sangat Indonesia. Seperti halnya tarawih di kebanyakan kawasan di Indonesia, rakaat tarawih berjumlah 20 terbagi dalam 10 salam, ditambah 3 rakaat salat witir. Juga ibarat kebanyakan tempat, gerakan salat sangat cepat. yg cukup unik dari pelaksanaan salat tarawih di desa Gunungsari Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember ini yakni langgam bacaan yg digunakan. Tidak bernada Tmur Tengah, tetapi berlanggam Jawa.
Pembacaan Fatihah dan Surat pendek setelahnya menggunakan nada lagu Jawa. Tidak jauh beda dengan suluk yg sering dinyanyikan oleh orang-orang Jawa dulu. Memang, Imam salat tarawih Saat itu sudah cukup berumur, tetapi tidak juga terlalu bau tanah untuk dikatakan tidak mengetahui lagu qiraah bernada timur tengah.
Dari segi penggunaan tajwid memang ada di beberapa titik yg tidak tepat, tetapi itu tidak terlalu bermasalah. Hanya di belahan final saja yg seharusnya pendek tetapi terbaca panjang. Sepertinya itu juga bukan dikarenakan oleh lagunya atau langgam jawa yg dipakai tetapi memang sebatas keterbatasan pengetahuan sang Imam salat wacana ilmu tajwid. Busana yg dipakai juga sangat Indonesia. Hampir seluruh jamaahnya menggunakan pakaian keseharian. Jamaah laki-lakinya ada yg berkaos, berkemaja, ada pula yg menggunakan baju takwa. Tetapi tidak ada yg menggunakan gamis. Bersarung tetapi tidak ada sama sekali yg bersorban. Sementara di beberapa kawasan sudah semakain banyak jamaah pria yg menggunakan gamis dan berserban ala timur tengah.
Menjadi Islam tetap dapat menjadi Indonesia. Tidak Musti kearab-araban, dan tetap menjadi Indonesia yg menghargai perbedaan dan hidup rukun dalam kebaragaman.
Selamat beribadah ramadan bagi yg menjalankan.
0 Response to "Anjing Di Depan Masjid Dan Fatihah Berlanggam Jawa"