Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyepakati sejumlah komponen penghasilan yang wajib dizakati. Kesepakatan itu diambil melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
"Komponen penghasilan yang dikenakan zakat mencakup setiap pendapatan menyerupai gaji, honorarium, upah, jasa, dan lainnya yang diperoleh secara halal," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalu keterangan pers yang diterima Antara di Jakarta, Minggu malam (10/6), dikutip Antara.
Penetapan tersebut juga berlaku pada penghasilan yang diperoleh secara rutin menyerupai pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin menyerupai dokter, pengacara, konsultan dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Dengan demikian, objek zakat bagi pejabat dan aparatur negara termasuk honor pokok, proteksi yang menempel pada honor pokok, proteksi kinerja, dan penghasilan bulanan lainnya yang bersifat tetap.
"Penghasilan yang wajib dizakati dalam zakat penghasilan yaitu penghasilan bersih, sebagaimana yang diatur dalam pedoman MUI Nomor 3 Tahun 2003," tutur Niam.
Sedangkan untuk penghasilan higienis yang dimaksud ialah penghasilan sehabis dikeluarkan kebutuhan pokok atau "al-haajah al-ashliyah".
Niam mengatakan, kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan diri menyerupai sandang, pangan, papan, kebutuhan orang yang jadi tanggungannya menyerupai kesehatan dan pendidikan.
Kebutuhan pokok pun diatur dengan menurut pada standar Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Sedangkan kebutuhan pokok sebagaimana yang tercantum pada petikan di atas ialah Penghasilan Tidak Kena Zakat (PTKZ).
"Pemerintah sudah menetapkan besaran kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud di atas, yang jadi dasar dalam menetapkan apakah seseorang itu wajib zakat atau tidak," kata Niam. (antara)
0 Response to "Ini Ijtima Ulama Perihal Penghasilan Yang Wajib Dizakati"